Menurut peraturan Permenaker No. 11 Tahun 2019, buat perusahaan outsourcing diwajibkan menggunakan mekanisme izin usaha terintrgrasi secara elektronik
Dipermudahnya usaha dengan memperbaiki dimana sektor pelayanan publik yang berhubungan dengan perizinan pemerintah berusaha mendorong perbaikan pelayanan. Dan satu contoh yang teapkan dengan menerbitkan sebuah peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Beleid yang diundangkan 5 Agustus 2019 ini dikenal juga dengan istilah Permenaker Outsourcing.
Direvisinya beberapa pasal, ada sekitar 13 pasal yang di revisi oleh permenaker outsourcing. Dan dan sebagian pasal yang dihapus, diubah dan begitu juga ada penambahan. Contoh pasal yang di tambahkan ialah, pasal 1 poin 3 dimana pasal ini menngatur sebuah perusahaan jasa penyedia jasa perkerja atau buruh (outsourcing) yaitu perusahaan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 1 poin 3 mewajijibkan perusahaan outsourcing bebadan hukum peseoan terbatas (PT). pasal 1 poin 5a yang mendefenisikan penanaman modal asing dihapus, dan ada penambahan penamabahn 2 poin dalm pasal 1 yakni poin 7a dan 7b yang menjelaskan perizinan dan lembaga pengelolaan online system submission (OSS) atau perizinan terintegrasi secara elektronik.
Pasal 19 ditambah huruf d, yang intinya dalam perjanjian outsourcing dicantumkan klausul kewajiban pemenuhan hak pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sebagaimana diatur Pasal 20 ayat (1) diubah, tidak lagi memuat jangka waktu pendaftaran dan lampiran izin operasional serta draft perjanjian kerja antara perusahaan outsourcing dengan buruh yang dipekerjakan. Namun sekarang, pendaftaran perjanjian ini dilakukan dengan mengajukan permohonan pendaftaran dan melampirkan izin usaha outsourcing.
Mengenai jangka waktu penerbitan bukti pendaftaran perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dipangkas dari 9 hari menjadi 3 hari kerja sejak berkas permohonan pendaftaran perjanjian diterima lengkap. Pasal 21 mengatur bagi perusahaan yang permohonannya ditolak karena tidak sesuai dengan ketentuan, perusahaan tersebut dapat mengajukan kembali permohonan pendaftaran.
Seperti bunyi Pasal 23 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan outsourcing yang tidak mendaftarkan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh dan melaksanakan pekerjaan, dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin operasional. Ketentuan ini diubah dalam Permenaker No.11 Tahun 2019, sanksi administratif bentuknya teguran tertulis dan pembekuan kegiatan usaha. Teguran tertulis diberikan oleh dinas ketenagakerjaan provinsi.
“Sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan oleh Menteri,” begitu bunyi kutipan Pasal 23A ayat 3.
Persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan outsourcing sebagaimana Pasal 24 diubah, sekarang untuk memiliki izin usaha harus mengajukan permohonan kepada lembaga OSS. Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi yakni badan usaha berbentuk hukum dan didirikan sesuai peraturan perundang-undangan serta bergerak di bidang usaha penyediaan jasa pekerja/buruh. Kemudian harus memiliki nomor induk berusaha (NIB) yang diterbitkan lembaga OSS.
Kemudian, ketentuan Pasal 25 dipangkas (dihapus), sebelumnya izin operasional diajukan ke dinas ketenagakerjaan provinsi. Izin itu berlaku di seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut. Saat ini, izin usaha penyedia jasa outsourcing diterbitkan lembaga OSS dan berlaku di seluruh wilayah di Indonesia. Izin usaha itu berlaku selama perusahaan outsourcing menjalankan usaha.
Sebelumnya dalam Pasal 25A mengatur izin operasional bagi penanam modal asing diterbitkan BKPM dan Pasal 26 mengatur jangka waktu izin operasional selama 3 tahun sekarang dihapus. Namun, ketentuan Pasal 27 tetap mewajibkan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan pekerja/buruh.
Perjanjian itu harus dicatatkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerjaan dilaksanakan. Hanya saja, sanksi pencabutan izin operasional bagi perusahaan outsourcing yang tidak mendaftarkan perjanjian kerja ini sebagaimana diatur Permenakertrans No.19 Tahun 2012 dihapus.
Lalu, dalam Ketentuan Peralihan disisipkan Pasal 34A yang mengatur izin usaha dan/atau izin operasional yang telah dimiliki perusahaan outsourcing masih tetap berlaku sampai izin itu berakhir. Izin usaha yang telah diajukan perusahaan outsourcing sebelum berlakunya Permenaker No.11 Tahun 2019 dan belum terbit izin usahanya, diproses melalui sistem OSS. Izin usaha dan/atau izin operasional yang telah dimiliki oleh perusahaan outosurcing didaftarkan ke sistem OSS oleh perusahaan outsourcing.
Terakhir, Pasal 35 diubah, intinya menjelaskan Permenaker No.6 Tahun 2015 tentang Standar Operasional Prosedur Penerbitan Izin Usaha Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu di BKPM dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Sumber : https://scmindonesia.files.wordpress.com
terimakasih kak infonya,jadi yang harus dipersiapkan dokumennya apa saja ya kak?
agar usaha dapat dikembangkan agar lebih maju,silahkan mampir ke Sekolah UMKMuntuk upgrade ilmu usahanya.semoga tambah sukses kak.